Senin, 19 Juli 2010

MARAH

Kecil melebar membesar, terbakar repis, kikis, habis. Marah adalah tarian api jalang dengan nyala yang membungkal. Luapan jiwa yang penuh sarkastik lalu mencuat oleh hunjaman kasar yang menyedihkan. Berakhir pilu kadang rasa bersalah. Marah adalah sepi yang membakar. Atau tawa hampa tanpa arti dalam keheningan.

Marah bukanlah refleksi kesucian tapi wujud naturalis yang berhak dimiliki siapapun. Pertanyaannya, sanggupkah diri untuk melepaskan hak itu? Hak yang menyesakkan, bergemuruh dalam kebuntuan?
Marah pada apa dan mengapa ataupun pada siapa tetaplah amarah yang menghilangkan kedamaian. Karena marah adalah merah! Karena marah adalah api! Bukan kehangatan tapi panas yang menarik jiwa ke titik didih tertinggi.

Marah adalah terpalung pengap karena hati tak dapat melihat dengan jelas pada cahayanya. Lalu jika api dapat dipadamkan oleh air, pada apakah marah akan kehilangan kuasanya? Karena marah adalah selubung gelap yang dapat menutupi pintu-pintu kasih dengan arogan. Pada tarikan nafas sesaat atau pada kediaman yang tak dapat terduga akan kedahsyatannyakah?

Apakah diam akan mengubur hawa merah ke dalam ruang terkunci yang pasti akan mati? Jangan-jangan diam itu justru akan menghidupkan bom aktif yang tak terkendali kemunculannya. Sungguhkah?

Marah memiliki rupa tersendiri yang tak sama oleh kedalaman jiwa. Mengikis amarah tak semata oleh diam yang terkotak. Mengingat jasa dan kebaikan mungkin juga adalah jawaban. Sebab marah tidak membunuh hati hanya membutakan sesaat.

Dalam hati seharusnya terpatri rasa terimakasih bukan? Seperti siraman hujan yang menyejukkan di musim yang tandus. Kekeringan emosi karena marah seharusnya terobati jika dalam hati kita masih terbersit rasa terima kasih. Walau setitik, walau sedikit. Seperti air sejuk yang mengalir, kita berusaha menenangkan diri di dalamnya.

Pertanyaan lain, bagaimana jika tak ada kebaikan yang terjadi? Tak ada jasa yang diberi? Hanyalah asing yang bertaut dalam perjalanan waktu? Terimakasih untuk apakah?
Marah, marah dan marah? Siapakah yang tersakiti? Orang yang kita marahi, kita yang dimarahi, atau orang-orang yang terlibat di dalamnya masing-masing? Marah adalah menyakiti, marah yang terlalu lama akan melahirkan benci, marah adalah luapan panas tak bertepi jika hati tak ingin segera mengakhirinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar